Hukum Taruhan Pilkada
Hukum Main Poker Online tanpa Taruhan
Saat ini sedang rame main poker online. Ada satu situs yg sedang ngetrend nyediain layanan poker online dgn deposit, yg tntunya u/ taruhan. Mainnya sih asik, mnantang n bs menang dapet grandprice dg nambah deposit. Bgmn tanggapan islam tntang itu? Trim’s
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dari kasus yang anda sampaikan, menunjukkan bahwa praktek itu termasuk judi karena ada unsur taruhan dan unsur menang – kalah. Pemenang mendapatkan hadiah grandprice yang sejatinya diambil dari deposit yang disetorkan oleh peserta. Kita punya kaidah :
“Setiap permainan yang mana setiap peserta pasti menghadapi 2 pilihan: Utung dan buntung maka itu judi.”
Allah berfirman, menjelaskan keburukan judi,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Mengapa kamu tidak berhenti (dari perbuatan itu?).
Ada 7 bentuk celaan Allah terhadap judi dan khamr dalam ayat di atas:
Main Poker tanpa Taruhan, boleh?
Pada pembahasan tentang dadu telah kita kupas bahwa bermain dadu hukum terlarang, baik dengan tahuran maupun tanpa taruhan. Artikelnya bisa anda simak di: Hukum Main Dadu
Salah satu diantara kesimpulan dalam artikel itu, bahwa para sahabat menilai permainan dadu sebagai perjuadian, meskipun tanpa taruhan.
Hal yang sama juga terjadi pada permainan kartu. Di masa silam, belum ada yang namanya kertas. Alat tulis mereka yang lunak adalah daun atau semacamnya. Mengingat keterbatasan ini, masyarakat di masa itu belum mengenal permainan kartu. Sehingga kita tidak menjumpai keterangan dari para sahabat atau tabiin tentang permainan kartu, karena masyarakat belum mengenal perjudian dengan kartu.
Karena itulah, dalam menghukumi permainan kartu, para ulama kontemporer meng-analogikannya dengan hukum permainan dadu. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 18).
Berikut beberapa fatwa mereka tentang permainan kartu
Pertama, Fatwa Imam Ibnu Baz
Beliau ditanya tentang hukum main catur dan main kartu. Jawaban berliau,
Tidak boleh melakukan dua permainan ini atau yang semisalnya. karena keduanya merupakan benda yang melalaikan, menghalangi orang untuk berdizkir dan mengerjakan shalat, serta menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak benar. Disamping itu bisa memicu timbulnya kebencian dan permusuhan. Ini jika permainan ini dilakukan tanpa taruhan. Dan jika dengan taruhan harta maka status haramnya lebih berat. Karena perbuatan ini termasuk judi, yang kita sepakat hukumnya terlarang. Allahu Waliyyut Taufiq. (Fatawa islamiyah, 3/372)
Kedua, Fatwa Imam Ibnu Utsaimin
Beliau pernah memberi keterangan tentang Permainan kartu. Beliau menyatakan:
Para ulama menegaskan – diantaranya – Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah, bahwa permainan kartu hukumnya haram. Alasan pengharaman ini adalah karena permainan ini sangat melalaikan. Demikian pula telah diterbitkan Fatwa dari Lajnah Daimah di Riyadh, bahwa permainan kartu hukumnya haram. (Hukmu As-Syar’ fi La’bil waraq, hlm. 49)
Ketiga Fatwa Dr. Sholeh Al-Fauzan
Beliau ditanya tentang permainan catur atau kartu tanpa taruhan uang. Jawaban beliau,
Selayaknya seorang muslim menghindari perkara picisan dan perbuatan sia-sia. Dan dia sibukkan dirinya untuk hal yang bermanfaat dan menjaga waktunya dari hal yang tidak ada manfaatnya.
– kemudian beliau berbicara tentang catur, kemudian beliau lanjutkan – ;
Demikian pula permainan kartu, permainan semacam ini, jika dengan taruhan maka statusnya judi yang Allah gandengkan di Al-Quran dengan khamr. Allah sampaikan bahwa judi itu najis maknawi, perbuatan setan. Allah juga sebutkan bahwa judi merupakan alat setan untuk menciptakan permusuhan di kalangan manusia. Jelas itu perbuatan haram, sangat keras haramnya.
Jika permainan kartu dilakukan tabpa taruhan, hukumnya juga haram, karena permainan ini menyia-nyiakan waktu manusia, dan terkadang sampai bergadang untuk menyelesaikan permainan ini, meninggalkan shalat subuh berjamaah atau bahwa tidak shalat subuh pada waktunya. Dan terkadang harus bergabung dengan komunitas orang-orang yang tidak tahu sopan santun untuk melakukan permainan ini. kemudian di tengah-tengah permainan ada omong jorok, mencaci teman, dan semacamnya, seperti yang kita ketahui bersama.
Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk menghindari permainan rendahan semacam ini, yang menyita banyak waktunya sia-sia. (Nur ‘Ala Ad-Darbi, Fatawa hlm. 102 – 103).
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
🔍 Sholat Di Perjalanan, Siapakah Imam Mahdi Dan Dajjal, Larangan Suami Ketika Istri Hamil Menurut Islam, Bolehkah Tahajud Berjamaah, Tata Cara Sholat Sunnah Awwabin, Cara Puaskan Suami Diatas Ranjang
Visited 306 times, 6 visit(s) today
Assaalamu’alaikum Ustadz.
Saya sangat gemar dengan batminton, ada beberapa pertanyaan yang terkait dengan kegemaran saya tersebut, diantaranya:
1. Yang kalah membayar 3 kaleng minuman, 1 untuk wasit 2 untuk pemain yang menang. bagaimana hukumnya. (kadang2 yang kalah juga membayar jumlah kok yang dipakai)
2. Sekarang berkembang lagi, karena tiap indifidu butuh patner yang andal dalam bermain, maka kami menggundang pemain yang tentunya kami bayar, hal tersebut juga kami bebankan kepada yang kalah. bagiamana juga hukumnya.
menurut saya uang tersebut halal, karena saya bukan mengadu nasib seperti judi kartu dll. karena disitu ada usaha saya untuk selalu menang dan saya butuh uang tersebut untuk makan minumnya dan membayar pelatih saya dan bayar lapangan. Kalau memang tidak halal harus diapakan uang tersebut.
Terimakasih Ustadz atas perhatianya.
mohon jawabannya. agar hati saya tidak gundah.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Pardianto yang dirahmati Allah swt
Pada dasarnya musabaqoh (perlombaan) merupakan perkara yang disyariatkan manakala ia dapat membantunya didalam berjihad di jalan Allah swt, baik jihad dengan ilmu maupun jihad dengan kekuatan fisiknya ; seperti : perlombaan lari, berkuda, bergulat, sepak bola, bulu tangkis atau olah raga pada umumnya.
Jumhur ulama membolehkan perlombaan yang tidak menyediakan hadiah bagi pemenangnya sebagaimana riwayat Abu Daud dari Aisyah bahwa dirinya bersama Nabi saw saat safar (bepergian). Aisyah berkata,”Aku mendahului beliau saw dan aku pun mengalahkan beliau saw dengan berlari. Tatkala badanku mulai gemuk aku mencoba mendahului beliau saw namun beliau saw mengalahkanku.’ Beliau saw bersabda,’Inilah balasanku.’
Adapun apa yang anda dan teman-teman anda lakukan didalam permainan bulu tangkis dengan mengharuskan pihak yang kalah membeli 2 kaleng minuman untuk pihak yang menang dan 1 kaleng minuman untuk wasit atau pihak yang kalah membayar pemain tamu yang ikut bermain maka kedua jenis tersebut termasuk kedalam perjudian yang diharamkan dilihat dari dua sisi :
1. Adanya dua kemungkinan yaitu mendapatkan keuntungan atau kerugian pada setiap pemain. Jika dirinya menang maka ia akan mendapatkan keuntungan yaitu 2 kaleng minuman dari pihak yang kalah dan jika dirinya kalah maka dirinya akan membayarkan 2 kaleng minuman kepada pihak yang menang dan 1 kaleng kepada wasit. Para fuqaha berpendapat bahwa hadiah berupa taruhan yang diambil dari kedua pihak yang berlomba tidaklah diperbolehkan dan termasuk kedalam judi yang diharamkan karena setiap dari kedua orang yang bertanding itu tidaklah luput dari untung atau rugi. (baca : Lomba Burung Berkicau)
2. Biaya pertandingan, seperti : memberikan 1 kaleng minuman kepada wasit, membayar pemain undangan, pelatih, sewa lapangan yang dibebankan kepada pihak atau pemain yang kalah maka ini juga termasuk judi yang diharamkan dan uang untuk pembayaran tersebut termasuk suap. Markaz al Fatwa dalam fatwanya No. 45064 : “Para ulama berpendapat bahwa apabila pihak yang kalah didalam suatu pertandingan membayarkan biaya permainan maka ia adalah haram karena bersifat boros dan menyia-nyiakan harta didalam pembelanjaannya pada suatu permainan dan perlombaan, meminta bayaran (dari phak yang kalah, pen) didalam suatu pertandingan adalah tansaksi yang batil sedangkan hasil yang diambil darinya termasuk kedalam bentuk suap, memakan harta dengan cara yang batil serta termasuk dosa besar dan perjudian yang diharamkan.
Jika memang uang yang didapat dari pertandingan seperti itu masih ada pada kalian saat ini maka kalian diharuskan mengembalikannya kepada teman-teman anda yang kalah.
Jadi hendaklah anda bertaubat kepada Allah swt lalu menyudahi dan tidak mengulangi lagi bentuk pertandingan dengan model seperti itu dikarenakan adanya pelanggaran terhadap aturan Allah swt. Bermainlah sebagaimana tujuan dari olah raga itu sendiri yaitu untuk menambah kebugaran, kesehatan dan kekuatan yang dapat menunjang ibadah-ibadah anda kepada Allah swt. Jika memang kalian membutuhkan pembiayaan permainan seperti : makan, minum, sewa lapangan, membayar pelatih atau partner undangan maka ambilah dari sedekah mereka yang ikut bermain atau donatur akan tetapi jangan dibebankan kepada yang kalah.
-- Calon kepala daerah yang modal sosialnya kecil dipandang berpotensi besar melakukan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah. Mereka dianggap dapat melakukan praktik politik uang kepada warga yang jauh dari akses pendidikan memadai dan di lingkungan terpencil dengan sokongan dari bandar judi.
Peneliti Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi berkata, praktik politik uang tak hanya sering dilakukan calon kepala daerah yang memiliki modal sosial kecil. Hal itu juga umum dilakukan para bandar judi di berbagai daerah yang menyelenggarakan Pilkada.
"Semakin kecil modal sosial dari suatu kandidat, itu yang semakin besar melakukan politik uang. Satu aktor penting yang belum diungkap, mereka adalah aktor penentu siapa yang akan menang Pilkada yaitu bandar," kata Jojo di Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Senin (6/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Jojo, para bandar judi sebenarnya tak memiliki hubungan dan kepentingan apapun dengan calon kepala daerah maupun aktor pendukung peserta Pilkada. Namun, mereka mampu mempengaruhi hasil Pilkada karena kerap melakukan praktik politik uang.
Pembagian uang dilakukan bandar kepada masyarakat untuk menjaga bursa taruhan yang mereka miliki. Jojo mengungkap, praktik politik uang yang dilakukan bandar judi sempat ia temukan di Kupang, Jember, Sragen, dan Bekasi.
Sebelum melancarkan aksinya, para bandar judi disebut kerap mengerahkan tim untuk mendata komposisi masyarakat yang akan memilih kandidat atau tidak menggunakan hak suara. Setelah itu, bandar-bandar judi akan melancarkan aksinya.
Praktik politik uang yang dilakukan bandar judi, ujar Jojo, kerap memicu pembagian uang dari peserta Pilkada. Namun, Alumni Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) itu berkata bahwa keterlibatan bandar judi pada Pilkada di kota-kota besar seperti DKI Jakarta jarang ditemukan.
"Untuk Jakarta, relatif agak susah orang melakukan pemberian barang. Masyarakatnya relatif lebih well educated," tuturnya.
Selain mengungkap keterlibatan bandar judi dan calon kepala daerah yang bermodal sosial minim, Jojo juga menyebut adanya tren kenaikan peredaran uang palsu selama Pilkada dan Pemilu.
Ia berkata, pada Pemilu 2014 kenaikan peredaran uang palsu sempat dilaporkan beberapa bank di Kalimantan dan Jawa Barat.
"Pada Pemilu 2014 beberapa kantor bank di Kalimantan dan Jawa Barat sempat mengakui meningkatnya peredaran uang palsu hingga 30 persen," katanya.
Karena faktor-faktor tersebut, bekas aktivis masa Reformasi 1998 itu pun mengimbau masyarakat untuk tidak mudah menerima uang atau barang dari aktor pelaku praktik politik uang.
Sebelumnya, Bawaslu RI berkata bahwa praktik politik uang berkaitan erat dengan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang dimiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Komisioner Bawaslu RI Daniel Zuchron, hampir setiap Pilkada berlangsung jumlah LTKM yang ditemukan meningkat.
Pengawas Pemilu pun sadar jika pencegahan politik uang harus dilakukan hingga tingkat hulu. Untuk mendukung rencana tersebut, Bawaslu meminta DPR RI mengetatkan peraturan ihwal politik uang pada Rancangan Undang-Undang Pemilu.
"Di tingkat hulu ada penyumbang besar, namun berelasi dengan bank. Kemudian mereka berelasi dengan peserta pemilu, setelah itu masuk ke tingkat hilir melalui calo, broker, relawan, tim sukses, hingga ke pemilih," tutur Daniel.
Hukum Bermain Kartu Bridge Dengan Taruhan Dan Tanpa Taruhan
PERMAINAN KARTU BRIDGE
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami seringkali bermain bridge bersama rekan-rekan, dimana pemenangnya mendapat 200 riyal dari masing-masing pemain. Apakah hal itu diharamkan dan termasuk dalam perjudian ?
Jawaban. Permainan seperti itu adalah permainan yang diharamkan dan termasuk dalam jenis perjudian, sedangkan perjudian adalah sesuatu yang diharamkan agama sebagaimana firman Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. [Al-Maidah/5 : 90-91]
Maka setiap muslim wajib menjauhi permainan seperti itu yang termasuk dalam jenis perjudian, agar mereka mendapat kemenangan, kebaikan dan keselamatan dari berbagai macam keburukan yang ditimbulkan oleh permainan judi sebagaimana disebutkan dalam kedua ayat di atas.
[Kitab Ad-Dakwah Al-Fatawa, hal. 237,238 Syaikh Ibn Baz]
HUKUM BERMAIN KARTU TANPA TARUHAN
Oleh Al-Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta.
Pertanyaan Al-Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Bila permainan kartu tidak membuat lalai dari shalat dan tanpa memberi sejumlah uang (bertaruh) apakah itu termasuk hal yang diharamkan ?
Jawaban Tidak boleh bermain kartu meskipun tanpa bertaruh karena pada hakikatnya permainan tersebut membuat kita lalai untuk mengingat Allah dan melalaikan shalat, walaupun sebagian orang menduga atau menganggap bahwa permainan itu tidak menghalangi dzikir dan shalat. Selain itu, permainan tersebut merupakan sarana untuk berjudi yang merupakan sesuatu yang patut diajuhi, sebagaimana firman Allah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan“.[Al-Maidah/5 : 90]
Semoga Allah memberi petunjuk. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.
[Fatawa Al-Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Da’imah 4/435]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]
Di tengah desakan kuat rakyat akan penundaan pilkada serentak 9 Desember 2020, DPR dan pemerintah tetap bergeming. Pemerintah sepertinya yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena akan ada penegakan hukum keras bagi pelanggar protokol kesehatan, mulai dari teguran hingga ancaman diskualifikasi. Keyakinan ini diragukan banyak pihak: Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Komnas HAM, akademisi, aktivis pemilu/pilkada, Komite 1 DPD, NU, dan Muhammadiyah.
Pertama, Covid-19 belum mencapai puncaknya, makin meluas, dan tersebar di semua provinsi. Jumlah korban terus bertambah. Kedua, pilkada adalah bentuk kontestasi yang melibatkan rakyat secara langsung sehingga dapat dipastikan akan ada peningkatan pergerakan penduduk yang signifikan.
Sementara secara medis ada korelasi positif antara naiknya mobilitas penduduk dan tingginya penambahan kasus positif Covid-19 sehingga besar kemungkinan akan muncul kluster pilkada sebagaimana peringatan yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo.
Keraguan publik kepada pemerintah dalam menegakkan peraturan protokol kesehatan cukup berdasar. Jauh sebelum masa kampanye, data Kemendagri per 8 September 2020 menyebutkan, ada 69 calon kepala/wakil kepala daerah yang mendapat teguran karena melanggar protokol kesehatan saat tahapan pilkada. Saat pendaftaran, 260 dari 650 bakal paslon melanggar protokol kesehatan.
Di tengah desakan kuat rakyat akan penundaan pilkada serentak 9 Desember 2020, DPR dan pemerintah tetap bergeming.
Lalu bagaimana jadinya dengan masa kampanye hingga masa tahapan pemilihan dan penetapan pemenang pilkada? Oleh karena itu, kebijakan untuk tetap melaksanakan pilkada merupakan taruhan reputasi besar bagi pemerintah. Tanpa pilkada saja, dampak Covid-19, khususnya di bidang ekonomi, telah membuat kepercayaan rakyat pada pemerintah turun.
Sebagai pilar penting demokrasi, idealnya pilkada mampu menghasilkan proses konsolidasi demokrasi dan mampu mewujudkan demokrasi yang semakin sehat dan bermartabat bagi daerah. Dengan itu diharapkan lahir pemimpin terpilih yang berkualitas dan mampu memperbaiki tata kelola pemerintahan daerahnya. Sayang jika pilkada yang berbiaya mahal hanya melahirkan demokrasi prosedural dan penguasa.
Sejauh ini proses konsolidasi demokrasi melalui pilkada langsung serentak sulit terwujud karena reformasi dan pelembagaan partai belum memadai sehingga rentan terhadap konflik internal. Selain itu, parpol juga masih belum mampu merespons tuntutan publik yang sangat dinamis, termasuk era disrupsi yang penuh ketidakpastian sekarang ini.
Sebagai sarana komunikasi politik, dalam konteks pilkada, parpol punya tanggung jawab untuk turut menciptakan pilkada yang aspiratif, partisipatif, transparan, dan akuntabel. Bukan yang elitis dan mem-fait accompli rakyat untuk memilih pilihan elite. Karena semestinya parpol jadi kepanjangan tangan rakyat dan sejatinya rakyatlah pemilik pilkada dan pihak yang paling berkepentingan dengan proses suksesi pemimpinnya.
Dengan kompleksitas masalah yang dihadapi pilkada tahun ini, permasalahan krusial yang patut dicermati adalah bagaimana membangun reputasi pemerintah dan parpol. Bagi parpol, Pilkada 2020 penting dalam konteks Pemilu 2024.
Karena semestinya parpol jadi kepanjangan tangan rakyat dan sejatinya rakyatlah pemilik pilkada dan pihak yang paling berkepentingan dengan proses suksesi pemimpinnya.
Di tengah Covid-19 yang masih meluas, rakyat berharap pemerintah bisa menunjukkan empati kuat akan nasib kesehatan dan keselamatan rakyat. Pemerintah perlu mempertimbangkan pentingnya penundaan pilkada hingga batas waktu yang layak menurut pakar kesehatan yang memang punya otoritas soal pandemi ini.
Di era disrupsi yang penuh ketakpastian, pemerintah harus mengedepankan kebijakan berbasis sains sehingga keputusannya rasional, bermanfaat (tak kontroversial), lebih terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan ke publik.
Jika pandemi belum juga bisa dikendalikan setelah batas penundaan, sebagai jalan tengah rakyat dan pemerintah perlu mencari bentuk pilkada lain yang tak mengundang banyak kerumunan. Dalam konteks ini, sebenarnya prinsip memilih kepala daerah sudah dipayungi secara hukum di Konstitusi. UUD 1945 Pasal 18 Ayat (4): ”Gubernur, Bupati, dan Wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis”.
Di tengah Covid-19 yang masih meluas, rakyat berharap pemerintah bisa menunjukkan empati kuat akan nasib kesehatan dan keselamatan rakyat.
Jelas sekali konstitusi secara eksplisit tidak menyebutkan pilkada langsung atau pilkada langsung serentak maupun pilkada tak langsung. Titik tekan amanat konstitusi adalah ”dipilih secara demokratis”. Artinya, tidak mempermasalahkan mekanisme yang digunakan.
Karena pilkada pilar penting demokrasi daerah, mekanisme pilkada yang diterapkan di daerah harus memberikan korelasi positif dan bermanfaat. Bukan sebaliknya, malah menggerus nilai-nilai budaya lokal atau bahkan sering abai pada nilai-nilai penting Pancasila.
Pengalaman empirik selama ini menunjukkan banyak praktik pilkada yang bersifat distortif dan memunculkan konflik sosial, kerusuhan, dan menghasilkan bad governance atau divided governance, pemerintahan yang tidak efektif. Pilkada langsung dan tak langsung masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta dampaknya.
Pilkada langsung melibatkan masyarakat langsung (demokrasi partisipatoris), sedangkan pilkada via DPRD melibatkan wakil rakyat (demokrasi perwakilan). Karena itu, pilkada via DPRD kiranya patut dipertimbangkan jadi solusi jalan tengah karena sifatnya lebih mengurangi pergerakan rakyat ketimbang pilkada langsung. Sekali lagi, ini dalam konteks darurat kesehatan seperti saat ini.
Wacana pilkada via DPRD sebetulnya bukan hal baru dan pernah disuarakan NU (2012) dan Muhammadiyah (2014). Alasannya bukan karena pandemi, melainkan karena pilkada langsung dinilai lebih banyak mudarat ketimbang pilkada via DPRD. Salah satunya, maraknya korupsi kepala daerah.
Sebagai alternatif di masa darurat Covid-19, bentuk pilkada via DPRD cenderung lebih compatible (berkesesuaian) karena tak mengundang banyak kerumunan. Akan tetapi, untuk itu, perlu dibuat ketentuan pilkada via DPRD yang mampu menyerap aspirasi rakyat.
Bangsa Indonesia harus bijak dalam menetapkan keputusan pilkada, khususnya, terhadap masalah kemanusiaan (nyawa manusia) dan harmoni sosial di daerah. Jika pilkada serentak memang untuk rakyat, keberpihakan pada isu kemanusiaan dan krisis kesehatan harus mengedepan. Suara, aspirasi, dan kepentingan rakyat mesti diutamakan. Bukan sebaliknya, kepentingan elitenya saja atau pertimbangan keuntungan ekonomi dan kekuasaan belaka.
R Siti Zuhro, Profesor Riset LIPI.